Minggu, 02 Agustus 2009

KEBEBASAN


JIka kita dalam keadaan sadar, pasti dalam kesadaran kita ada belenggu, ada pengikat. Karena ternyata setelah kita memahami sesuatu, kepemahaman kita sudah dijangkiti oleh pemahaman-pemahaman yang lain, kita tidak bebas secara mutlaq.

Kebenaran itu relative, begitu seorang filsuf yang mengatakannya dengan alasan bahwa boleh jadi di suatu tempat ada sesuatu yang dianggap benar namun di tempat lainnya hal itu dianggap tabu, atau sesuatu yang patut di jauhi.

Pemahaman akan relatifnya sebuah kebenaran, mungkin karena kesadaran kita yang diantar dengan keadaan dan doktrin-doktrin yang berbeda, atau bolehlah kita katakan bahwa wadah dalam memahami sesuatu itulah yang berbeda, bukan kebenarannya. Karena kebenaran itu satu dan bersifat universal, mudah dipahami dan dirasakan. Jadi bukanlah kebenaran yang relative, namun wadah kita dalam memahami kebeneranlah yang relative.

Banyak orang yang ingin terbebas dari ikatan hukum Tuhan, padahal bila dia menolak untuk masuk kedalam suatu pemahaman maka dia akan terjebak kepada pemahaman yang lain. Atau jika dia menolak untuk dipimpin Tuhan, maka sesungguhnya dia akan masuk dalam kepemimpinan yang dipimpin selain Tuhan. Artinya, secara haqiqi tidak ada orang yang dapat bebas secara mutlaq. Orang yang anti Tuhan dan berusaha menolak adanya Tuhan, akan tetap berada dalam belenggu-belenggu lainnya. Maka sesungguhnya orang tidak dapat berlari dari ikatan manapun. 

Nah permasalannya bukan menghindari dari ikatan, atau terbebas dari segala apapun namun yang terpenting adalah kita berjalan di atas fitrah kita, di atas kebenaran yang universal dan di atas kebenaran yang diyakini oleh hati nurani kita, bukan hanya dengan rasa kita, tapi juga dengan pikir kita, sebab akibat, pengaruh dan akal kita.

Mengapa Islam atau orang memiliki Allah dihatinya adalah orang yang disebut bebas, karena dia telah menjadikan motivasi dan tujuannya adalah karena Allah, sehingga dia berusaha untuk bertindak sesuai dengan maunya Allah, bukan maunya dirinya, yang tidak memahami akan sebab akibat, pengaruh dan dampak dari apa yang kita perbuat. Dengan beriman kepada Allah kita tidak takut lagi dengan yang lainnya. Rasa sakit yang kita rasakan adalah rasa sakit yang tidak ada artinya dibandingkan dengan anungrah yang Allah berikan, kenikmatan yang ada tidak adalah artinya dibandingkan dengan kenikmatan yang dijamin oleh Allah. Lagi pula kan sama saja apa yang dirasakan oleh orang di dunia ini, ada sedih, ada bahagia, ada luka, ada duka dan ada suka. Orang beriman pun merasakan yang sama, namun semua akan berbeda jika sesuatu yang dirasakan itu bila dikembalikan kepada Allah.

Orang yang dapat bebas secara mutlaq adalah orang yang hadir kedunia ini tanpa ada suatu apapun disisinya, atau dia hidup dalam keadaan tidak sadar. Karena begitu dia sadar sementara ada sesuatu dia temukan disisinya maka hal-hal itulah atau sesuatu itulah yang akan menjadi presepsi awal dalam menilai hal-hal lainnya.

Jadi bukanlah orang yang bebas adalah orang yang mengatakan bahwa saya bebas semau gue, kalau saya mau tidur ya tidur, eit nanti dulu bila kau ingin tidur belum tentu kamu bisa tidur bukan, begitu juga kalau ada yang mengatakan saya mau makan ya saya makan, belum tentu dia bisa makan bukan?!. Kebebasan yang ada adalah kebebasan dimana kita tidak memiliki rasa takut lagi dalam beraktualisasi diri, tidak ada lagi yang mengekang kita, tidak ada lagi yang menghalangi kita. Bisa begitu?! Tidak akan bisa, yang memiliki kebebasan seperti itu dengan kemauan bebas yang luas hanyalah Tuhan. Kenapa kita tidak bisa, karena kita ada luka, ada duka, ada suka, ada sedih, ada rasa. Kita akan merasa bebas bila kita merasa dengan Tuhan Yang Maha Merdeka. Kita akan merasa bebas dalam ke-Maha Bebasan Allah. Kita akan merasa terbebas bila kita bersandar penuh kepada-Nya. Dan mengikuti apa mau-ya, karena ternyata dibalik ke-Bebasan Allah, dibalik Kemerdekaan Allah ada Adil-Nya, ada Kebijaksanaan-Nya, ada janji baik-Nya bagi yang mengikuti mau-Nya, bila tidak ada ancaman-Nya bila kita menolak akan mau-Nya. Lantas bisa kah kita bahagia dalam kebebasan yang terikat seperti itu?! Akan sangat berbahagia, atau lebih berbahagia dibangding kita bebas dalam mengikuti perintah syahwat kita sendiri, apalagi syahwatnya orang lain, syahwatnya syetan, syahwatnya stalin, syahwatnya Hitler, syahwatnya para pendeta dan rahib, syahwatnya sendiri, syahwatnya kaum liberal, syahwatnya kaum feodal, syahwatna para pemimpin-pemimpin yang tidak bersandar kepada mau-Nya Allah di muka bumi ini.

Yang jelas dalam kehidupan di dunia ini kita tidak akan bisa terbebas dari belenggu, atau ikatan. Jika kita terbebas dari yang satu maka kita akan masuk kedalam yang lainnya. Itu merupakan aksioma, atau bahasa polosnya film-film china ‘itu merupakan kutuk kehidupan’, atau bahasa iman, itu merupakan taqdir-Nya Allah ta’ala yang memang menciptakan kita dalam iradah-Nya, penciptaan yang bertujuan. Maka ikutilah apa mau-Nya karena Dia tidak akan menyia-nyiakan sedikitpun dari amalan kita.

2 komentar:

  1. bagi anda yang yakin dengan hari kiamat. maka selalulah untuk merenung, sudahkah apa yang kita amalkan selama ini benar. sudhakan apa yang kita yakini selama ini benar.
    selalulah untuk menjadi pencari kebearan. bukalah diri untuk dapat lebih banyak mengetahui, bukankah ada ayat Allah yang menegaskan bagaimana seharusnya 'ulul albab' itu?!

    BalasHapus
  2. oh saya baru teringat, tentang cerita seorang muallaf di Inggris, mungkin bisa menjadi tambahan perenungan.
    "Aku bernama Dawud Musa Bidcook, Ketua Hizib Islami Britani. Sebelum memeluk Islam aku mempelajari banyak berbagai agama. Satu hari ada seorang mahasiswa muslim memberikan hadiah kepadaku berupa terjemahan Al-Qur’an. Aku berterima kasih kepadanya karena hadiah tersebut. Lalu buku terjemah Al Qur’an tersebut aku bawa pulang kerumah. Saat aku membuka buku terjemah Al-Qur’an itu, surat yang pertama kali aku baca adalah surat Al-Qomar. Aku membaca ayat:

    اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ

    Maka aku katakan: “Apakah ucapan ini masuk akal? Apa mungkin rembulan itu terbelah kemudian menyatu kembali? Kekuatan apakah yang mampu melakukan itu?” Maka pemuda tadi mengatakan: “Ayat ini membuatku tidak dapat melanjutkan membaca al-Qur`an dan akupun tersibukkan dengan urusan dunia. Akan tetapi Allah mengetahui seberapa jauh keikhlasanku dalam mencari kebenaran. Maka Tuhanku mendudukkan aku didepan televisi Inggris yang disana ada acara dialog antara komentator Inggris dengan tiga ilmuwan ruang angkasa Amerika. Pembawa acara ini memberikan komentar miring terhadap tiga pakar tersebut karena telah menghabiskan uang dalam jumlah besar untuk perjalanan keruang angkasa pada saat bumi dipenuhi berbagai problematika kelaparan, kemiskinan, timbulnya berbagai penyakit, dan keterbelakangan. Sang komentator mengatakan: “Seandainya biaya yang demikian banyak itu dihabiskan untuk memakmurkan bumi tentu lebih bermanfaat”. Akan tetapi tiga pakar tersebut tetap membela pendapat-pendapatnya dengan mengatakan sesungguhnya teknologi ini bisa bermanfaat secara praktis dalam berbagai aspek kehidupan, bisa bermanfaat dalam ilmu kedokteran, industri dan pertanian. Jadi biaya yang demikian besar itu bukanlah harta yang dihambur-hamburkan dengan percuma akan tetapi biaya tersebut membantu perkembangan teknologi yang maju untuk mewujudkan tujuan yang mulia.”

    Disela-sela dialog tersebut muncul penyebutan tentang perjalanan yang mendaratkan seseorang astronot diatas permukaan rembulan. Karena pendaratan tersebut adalah perjalanan ruang angkasa yang paling banyak memakan biaya, ia telah menghabiskan lebih dari 100 milyar US$, maka dengan nada tinggi, komentator Inggris mengatakan: “Kebodohan macam apa ini? 100 milyar US$ hanya untuk mendaratkan seorang ilmuwan Amerika diatas bulan?” Mereka menjawab: “Tidak, tujuannya bukan untuk mendaratkan ilmuwan Amerika diatas bulan, tapi kami mempelajari susunan bulan bagian dalam. Dan kamipun telah menemukan sebuah fakta ilmiah, seandainya kita menghabiskan biaya berkali-kali lipat daripada ini untuk membuat orang percaya terhadap fakta tersebut, tentu tidak ada orang yang mempercayai kami.” Maka sang komentator mengatakan: “Fakta apa itu?” Mereka menjawab: “Rembulan ini pernah terbelah pada suatu hari kemudian menyatu kembali.” Komentator bertanya: “Bagaimana kalian mengetahui hal itu?” Mereka menerangkan: “Kami mendapatkan sebuah sabuk dari bebatuan yang membelah rembulan dari permukaannya hingga kebagian dalamnya. Kami lantas berembuk dengan para pakar ilmu tanah dan geologi dan mereka mengatakan hal tersebut tidak mungkin terjadi kecuali jika rembulan pernah terbelah kemudian menyatu lagi.”

    Dawud Musa Bidcook lalu mengatakan: “Maka saya segera meloncat dari kursi tempat duduk saya dan saya katakan: “Sebuah mukjizat terjadi untuk Muhammad -Shalallahu alaihi wa salam- pada 1400 tahun yang lalu. Allah -Subhanahu wa ta'ala- menundukkan orang-orang Amerika untuk membelanjakan legih dari 100 Milyar US$ guna menetapkan kebenaran mukjizat itu untuk umat Islam?! Kalau begitu, pasti agama ini adalah agama yang haq.” Pemuda itu melanjutkan perkataannya: “Maka sayapun segera kembali ke mushaf dan langsung membaca surat al-Qomar, dan surat itulah yang menjadi pintu masuknya Islam kedalam hatiku.

    BalasHapus

Ingat Waktu ..... Dalam Setiap Aktivitas