Minggu, 25 Mei 2008

KESEIMBANGAN....?

Banyak orang yang berbicara tentang keseimbangan dalam menjalani kehidupan ini. Dan hampir pembicaraan itu ada setelah melihat ada orang yang terlalu terkesan serius dalam menjalankan agamanya sampai-sampai terlihat telah melupakan dunianya (baca: rumah tangganya – bagi yang sudah berkeluarga)

Untuk lebih meyakinkan bahwa apa yang telah dilakukan oleh orang tersebut di atas kurang benar, diambillah dalil (yang menurut orang kebanyakan diduga adalah sebuah hadits) dari perkataan seorang sahabat Nabi saw Ali Ra.

Artinya :

“Bekerjalah kalian untuk dunia kalian seakan-akan kamu hidup selamanya. Dan bekerjalah (beribadahlah) kalian untuk Akhirat kalian seakan-akan kamu akan mati besok”

Sebenarnya saling mengingatkan itu sangat dianjurkan – bahkan sangat di wajibkan. Namun yang sering terjadi adalah kita sering melupakan diri kita sendiri. Kita melupakan standar indikator (mengutip istilah seorang anggota dewan), syarat-sayat atau wazan (timbangan – istilah dalam keulamaan) untuk mengetahui apakah kita ini sudah seimbang atau belum – atau tidak sama sekali. Jangan-jangan yang menilai dan yang dinilai juga sudah terlalu berlebihan, yang satu betul-betul dalam menjalankan ibadah dan dakwahnya melalaikan keluarganya, dan yang yang lain telah terjebak dalam penumpukkan harta (.....namun tidak kaya-kaya juga). Lantas muncul pertanyaan: ”siapakah diantara mereka berdua yang termasuk ’golongan’ selamat?” boleh jadi kedua-duanya tidak selamat. Pasalnya, yang conset terhadap agamanya sehingga melupakan keluarganya bisa dituntut oleh anak dan istrinya (atau keluarganya) karena tidak peduli akan agama anak dan istirinya (atau keluarganya), dan yang selalu menilai orang di atas – sementara ia sibuk dengan urusan dunianya akan dituntut pula oleh anak dan istirinya (atau keluarganya), karena tidak memperhatikan kehausan rohaniyah dari anak dan istirinya (atau keluarganya) bahkan dirinya. Tapi lagi-lagi ya kembali pada niat dan proses dalam menjalan kegiatan apapun bukan? Niat baik kalau prosesnya salah akan tertolak. Bila prosesnya baik namun niatnya rusak juga akan tertolak.

Kembali pada permasalah indikator, syarat-syarat atau wazan (timbangan) dalam menentukan keseimbangan dunia dan akhirat. Untuk bisa tepat dalam menginterpretasikan (mengartikan – lebih mudahnya) torang harus kembali pada dasar atau dalil di atas. Kita bahas kalimat-kalimatnya.

Pertama : ”Bekerjalah kalian untuk dunia kalian seakan-akan kalian hidup selamanya”

Pertanyaan : sudah-kah kita telah mengusahakan untuk dunia kita seperti – [seakan-akan] kita akan hidup selamanya.

Menurut saya, kalimat ”Bekerjalah kalian untuk dunia kalian seakan-akan kalian hidup selamanya” adalah kalimat filosopi yang mempunyai makna tersirat seperti ini: ”yok kita bekerja, kita ekspolari alam ini, kita cari emas, kita cari duit. Tapi ingat ....... semua yang ada ini bukan hanya untuk generasi kita tapi juga generasi sesudah kita, ada anak-anak kita, cucu-cucu kita. Toh kalau kita bisa hidup selamanya, pun kita masih memerlukan modal untuk dapat bertahan, bukan?”

Saya teringat sebuah tayangan TV Edukasi punya-nya Diknas yang kebetulan saat itu menayangkan tentang ekonomi jepang hasil per-laut-an. Untuk menjaga kesetabilan ekspor [atau bahkan meningkatkan] ekspor ikan tuna, Jepang menggunakan tekhnologi yang bernama GPS (Global Position Sistem) untuk melacak pergerakan ikan tuna di perairan tangkapanya. Ternyata ikan tuna memiliki gerombolan-gerombolan (bukan gerombolan si berat dalam cerita Donald Duck) yang selalu berjalan bersama gerombolannya masing-masing. Nah dengan ditangkapnya beberapa ikan itu dalam masing-masing gerombolan dan telah dipasangi GPS (prosesnya begini: ikan ditangkap, lalu bagian bawah dekat sisi perutnya dibelah, setelah itu dimasukkan lah GPS kedalamnya, setelah itu dijahit, lalu dilepaskan kembali) maka akan ditahu mana gerombolan ikan yang yang sudah dieksploitasi, mana yang sedang dalam perkembangan, dan mana yang sudah harus dikejar (kayak buron aja). Akhirnya mereka bisa mendapat hasil yang bagus dan ketahanan dalam pencapaian hasil penangkapan setelahnya bahkan bisa selamanya. Inilah yang saya maksud dengan ”Bekerjalah kalian untuk dunia kalian seakan-akan kalian hidup selamanya” (maaf : tidak seperti di Indonesia kan. Hasil alamnya habis eh generasinya tetap miskin, sudah tidak bisa menikmati hasil alamnya selama-lamanya. MISKIN LAGI).

Yang kedua: ”Bekerjalah (beribadahlah) kalian untuk akhirat kalian seakan-akan kalian akan mati besok.”

Pertanyaan: sudah?

Contoh: Perbandingan orang yang melakukan sholat jama’ah dan orang yang melakukan sholat sendiri. Sholat berjama’ah akan mendapatkan 25 derajat (ada yang mengatakan 27 derajat) dan sholat sendiri hanya akan mendapat 1 derajat. Logikanya begini: untuk berpergian jauh, sebutlah ke Jakarta, supaya enak dalam perjalan dan enak bila sudah sampai disana maka sangat bergantung pada modal yang kita bawa bukan? Kalau banyak kita bisa naik kendaraan tercepat, ternyaman dan ............. udah pokoknya yang ter dech. Sudah begitu, sampai di jakarta kita bisa mengunjungi tempat-tempat yang kita inginkan, main apa saja yang kita idam-idamkan. Beli apa saja yang sudah menjadi impian kita. Itu kalau uang yang kita bawa banyak (tentunya milik kita dong, masa pakai uang rakyat. Kalau pakai uang rakyat itu berarti PANCURI – maaf kalau tersinggung)

Tentunya jika disuruh pilih, dalam memodali perjalanan kita apakah kita pilih modalnya yang banyak ataukah yang sedikit? Saya yakin jawabanyaa sama dengan apa yang ada dalam benak saya saat menulis ini (pilih yang sedikit dong untuk dihilangkan dari pilihan itu) nah bagaimana dengan pilihan 25 derajat dan 1 derajat tadi?.

- Eh.... maaf kita ini bicara tentang bekerja untuk akhirat kita dan kita seakan-akan akan mati besok. (-jangan marah gitu dong ah) -

Siapa tau dengan dapatnya kita 25 derajat memudahkan kita berseluncur di shirat menuju surga. Dan jika 1 derajat membuat kita tergopoh-gopoh menapaki perjalan tersebut.

Ada pertanyaan masuk dari sms bernomor 08143xxxxxx :

”kan semua itu bukan tergantung amal kita tapi tergantung rahmat Allah”

Jawaban:

”Betul semua tergantung rahmat Allah, tapi rahmat Allah kan tidak diberikan secara gratis seperti pulsa anda. Di sana ada usaha pencapaiannya. Masasih bisa dapat gaji 13 kalau tidak pernah bekerja selama 12 bulan. Itu namanya kecurangan. Dan curang bukan sifatnya Allah ta’ala sobat.”

Sebelum saya tutup tulisan ini. Saya beraharap kita semua dapat selalu mengevaluasi diri. Hati-hati. Pertanggung jawaban kita bukan hanya diri kita, tapi ada anak kita, ada istri kita, ada keluarga kita, ada generasi kita setelah kita. Jadi mohon, kita selalu berupaya untuk ahkirat dan dunia kita semaksimal mungkin.

Sekian dulu tulisan ini. Semoga bermanfaat

Wallahua’lam

Tolitoli, 23 Mei 2008

Kamis, 22 Mei 2008

Tekhnik Karet Gelang Merah

Teknik sederhana ini saya pelajari dari Robert G. Allen, milyuner dari New York dan pengarang buku best seller “Road to Wealth”. Allen mengatakan, bahwa dalam setiap tindakan kita, selalu ada pikiran positif dan negatif. Bahkan jika kita berdiam diri pun juga ada kedua pikiran tersebut, misalnya pikiran positif akan berkata “Ayo,kita mulai bekerja”.


Sedangkan pikiran negatif berkata “Ah, nanti saja. Sedang enak nih duduk-2nya”. Kedua pikiran ini sama kekuatannya. Jadi terkadang positif yang menang, saat lain negatif yang menang. Lalu, jika memang kekuatannya 50 : 50, bagaimana caranya agar positif bisa lebih dominan ?


Jika memang kekuatannya sama, maka harus ada perangsang dari luar yang bisa mencegah, ketika pikiran negatif keluar. Allen menggunakan karet gelang merah di pergelangan tangan kirinya. Setiap saat ada pikiran negatif sekecil apapun yang melintas di pikirannya, dia langsung menjepret tangannya dengan karet gelang tersebut. Sepintas memang tampak lucu. Tapi pengaruhnya ke alam bawah sadar (ABS) anda luar biasa besar. Apabila anda konsisten dengan menjepretkan kareng gelang setiap kali anda berpikir negatif, maka ABS anda akan merekamnya menjadi suatu kebiasaan yang harus dihindari.


Saya sendiri telah menggunakannya selama 2 bulan. Pada awalnya memang tangan kiri saya banyak garis-2 merah karena sering dijepret. Namun semakin lama semakin berkurang. Saya juga memvariasikan teknik ini, dengan memberitahukan Rekan-2 Resensinet sekitar saya, tentang apa yang saya lakukan. Sehingga mungkin suatu saat ketika anda sedang tidak sadar berbicara negatif, dan teman anda mengetahuinya, dia bisa mengingatkan anda dengan menjepretkan karet di tangan anda.


Ada satu pertanyaan yang mengelitik, yaitu mengapa mesti karet yang berwarna merah .. Bukankah karet gelang ada beragam warna ? Atau mungkin juga pertanyaan mengapa mesti ditangan kiri, bukan di kanan, atau di kaki ?


Robert G. Allen mengatakan, hal-2 ini kelihatannya remeh, tapi mengandung makna yang besar. Banyak orang yang mengatakan ingin berubah menjadi lebih baik .. Tapi begitu diberikan satu petunjuk, biasanya petunjuk ini lalu DITAWAR. Ini masalah komitmen. Apabila anda mau BERUSAHA mencari karet yang berwarna merah, dan memasangnya di tangan kiri, itu sudah membuktikan anda mempunyai komitmen yang tinggi untuk berubah. Apabila untuk hal kecil ini saja sudah anda tawar, mungkin komitmen anda untuk berubah baru di tahap coba-coba saja.


Hal lain yang sering menjadi pertanyaan disini adalah, sebenarnya apakah yang disebut pikiran negatif itu ? Karena banyak orang tidak sadar bahwa dia melakukan atau memikirkan hal negatif. Nah, dibawah ini ada daftar hal negatif yang harus anda `jepret’ ketika anda mengalaminya


Menunda, malas, marah, lesu, curiga, malu, ragu-2, rendah diri, sombong, egois, minder, kuatir, berkata-kata kotor, cemburu, patah hati, takut, berpikir jorok, dengki, iri, sirik, dendam, sinis, cemberut, pesimis, takut gagal, resah, takut memulai, cuek, acuh, pasif, cemas, menipu, merajuk, murka, fitnah, menang sendiri, bergosip ria, merasa tak pernah salah, berbohong, berprasangka buruk, meremehkan, dan lain sebagainya. Anda bisa tambahkan disini tindakan-2 anda sendiri yang menurut anda negatif, dan perlu `dijepret’.
Selamat mencoba !


(disadur dari www.resensi.net)

Kata-Kata Pembangkit

I believe life is constanly testing us for our level of commitment, and life’s greatest rewards are reserved for those who demonstrate a never ending commitment to act until they achieve. This level of resolve can move mountains, but it must be constant & consistent. As simplistic as this may sound, it is still the common detonator separating those who live their dreams from those who live in regret

- Anthony Robbins –


Anda akan dikritik orang ketika melakukan sesuatu. Anda juga akan dikritik ketika tidak melakukan sesuatu. Jadi, lakukan saja apa yang menurut anda benar.

- Eleanor Roosevelt -


All successful people, men & women, are big dreamers. They imagine what their future could be, ideal in every respect, and than they work everyday toward their vision, purpose & goal.

- Brian Tracy -


Orang sukses akan melakukan sesuatu yang berbeda, yang tidak dilakukan oleh orang rata-2 … untuk mendapatkan hasil yang berbeda pula

- Sonny V. Sutedjo -


There are many people who have big plans but their big plans never come true. The reason is, too many people have big plans but fail to keep their small agreements
- Robert Kiyosaki -


The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams
- Eleanor Roosevelt -


What ever the mind of man can conceive & believe, it can achieve !
- Napoleon Hill -


Most of the important things in the world have been accomplished by people who have kept on trying when there seemed to be no hope at all
- Dale Carnegie -


I can not give you the formula for success, but I can give you the formula for failure, which are try, try and try
- Herbert Bayard Swope -


Disadur dari www.resensi.net

Senin, 19 Mei 2008

Bangkit Indonesiaku

Saat ini kita merindukan pahlawan. Pahlawan yang kata Sapardi "telah berjanji terhadap sejarah untuk pantang menyerah". Yang kata Chairil Anwar "berselempang semangat dan tidak bisa mati, Yang dapat memekikkan pernyataannya Mansur Samin

Demi amanat dan beban rakyat
Kami nyatakan kepada seluruh dunia
Telah muncul di tanah air
Sebuah gerakan perlawanan
Terhadap kepalsuan dan kebohongan
Yang merasuk dalam kekuasaan
Orang-orang pemimpin gadungan

Dikutip dari sebuah buku tulisannya Anis Matta
Mencari Pahlawan Indonesia

Kamis, 08 Mei 2008

Strategi

Saya duduk di depan kelas, memperhatikan siswa-siswi saya. Mengamati mereka dan mencoba mencari tau ‘strategi apa gerangan’ yang harus saya terapkan untuk siswa-siswai saya.

Ada kekhawatiran, harapan, kecemasan, kebanggaan, semua perasaan itu bersatu di dalam diri saya saat itu. Terkadang terasa jantung saya berdebar disaat kecemasan membayangkan masa depan siswa-siswi saya yang belum memiliki semangat belajar tinggi, membayangkan SD dimana saya mengajar sedang berproses, apakah nanti akan bisa bertahan atau tidak, membayangkan kabupaten Tolitoli yang perekonomiannya telah diambil oleh orang-orang yang mengaku WNI bermata sipit tapi enggak punya rasa nasionalisme, membayangkan Sul-Teng yang selalu diancam oleh gempa, membayangkan Sulawesi jika ingin merdeka menjadi negara sendiri, membayangkan Indonesia yang terus diterpa musibah, baik musibah alam maupun musibah hilangnya kepercayaan di negeri ini. Dan akan terasa lebih berdebar lagi, apabila mengingat umurku yang semakin tua sementara keilmuan tidak bertambah banyak untuk mengantarkan keluargaku menjadi pendorong, menjadi aura untuk bangkitnya generasi, dapat menjalani peradabannya sesuai yang diingikan oleh generasi sebelumnya atau sesuai dengan peradaban yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Dalam pengamatan atau boleh disebut lamunan itu, ada pertanyaan sederahana yang muncul, mengapa ada orang (baca :siswa-siswi) yang memiliki kemampuan yang sungguh luar biasa, mulai dari kemampuannya menguasai pelajaran hingga kemampuannya mempengaruhi kepada orang lain. Dan ada juga yang mempunyai kemampuan sangat kurang sekali, baik yang disebabkan kurangnya memberikan perhatian, maupun lemahnya dalam berpikir dan berlogika.

Saya terkadang takut, karena jauhnya (terkadang) perbedaan antara sifat dari orang satu dengan orang lainnya, lantas muncul pertanyaan-pertanyaan, “apakah Allah itu adil dengan menetapkan takdirnya, ada yang memiliki kelebihan-kelebihan dan ada juga orang yang memiliki sebaliknya?. Ataukah manusia yang malas mengeksplorasi kemampuan dirinya?.

Jawabannya dari pertanyaan di atas sungguh sangat beragam, sesuai dengan apa yang dirasakan oleh orang yang akan menjawabnya. Mengapa demikian, di acara kick Andy pernah di tayangkan seorang yang terlahir cacat, dan ketika lahirnya sempat terjadi konflik internal dalam keluarganya, apakah sih anak akan dibiarkan bersama keluarga itu dan akan menanggung malu disebabkan olehnya atau sih anak akan dikirim kesebuah panti asuhan di luar negeri. Ibu sih anak bertahan, bahwa dia akan berusaha mendidiknya dalam naungannya. Dan ternyata dengan perjuangan sih ibu dan sih anak, eh akhirnya sih cacat ini selalu merasa diperlakukan adil oleh Tuhan. Namun ada juga orang yang sudah diberikan pasilitas anggota tubuh lengkap, malah sering minder dalam pergaulan dikarenakan hidungnya lebih besar dari yang lainnya, atau kulitnya lebih hitam dari yang lainnya.

Malah seorang penyanyi cacat dalam sebuah grup yang pernah mendapatkan penghargaan di Indonesia karena mampu membawakan lagu tanpa alat musik kecuali permainan suara mulut mengatakan “Saya tidak cacat bahkan saya terasa lebih sempurna”, padahal saat itu tanggannya hanya setengah yang terlihat.

Saya mengambil kesimpulan dari semua yang telah saya lewatkan, bahkan terkesan cepat sekali mengambil kesimpulan karena didesak oleh siswa-siswi saya dengan sebuah pertanyaan, kebetulan saya saat itu mengajarkan bahasa Inggris, “Ustadz apa bahasa Inggrisnya Strategi?” dan ada juga sih anak yang bertanya: “Ustadz apa ya bahasa Inggrisnya ‘apa’?” Yah jawabannya yang saya ambil saat itu untuk menjawab semua pertanyaan yang telah lalu lalang seperti gosokan dalam otakku adalah “STRATEGI”

Strategi untuk mengalahkan rasa malas

Strategi untuk mengalahkan rasa takut

Strategi untuk mengalahkan rasa minder

Strategi untuk menampilkan dan memberikan yang terbaik

Strategi untuk senantiasa baik sangka kepada Allah

Strategi untuk membawa generasi, sekolah, kampung hingga Indonesia, bahkan Asia, dan yang paling mendunia sekalipun kepada titik yang kita harapkan.

Namun tentunya, bukan hanya pasang strategi, tapi juga mampu menjalankan strategi itu dengan baik, semoga takdir yang menimpa kita adalah takdir yang mengatakana dimana ada usaha disana akan ada jalan, atau istilahnya: “man jadda wa jada”, “there is a will there is a way” atau yang lebih pasti dari itu semua adalah ungkapan indah Allah swt di dalam Alqur’an yang artinya: “Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang berusaha merubah (nasib)nya”

Wallahua’lam

Rabu, 07 Mei 2008

THE ‘TUJUAN’

Setiap hari kita mendapatkan ujian, dan ujian itu selamanya pasti diperuntukkan untuk peningkatan kualitas kita, ada ujian yang harus dilewati dengan kejelasan waktu dan usaha, ada yang hanya sekedar diberikan harapan-harapan, namun ada pula yang bersifat random (kabur).

Kalau ujian yang kita dapatkan memiliki tujuan jelas, maka walau harus dengan susah payah, bisa kita usahakan. Dan kita menjalaninya dengan penuh keyakinan, bahwa apa yang telah kita lakukan bukanlah hal-hal yang sia-sia. Contohnya; ujian di sekolah, ujian UMPTN, dan lain-lain. Istilahnya begini “berakit-rakit dahulu, berenang-renang ketepian” artinya “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”

Jika ujian yang harus kita lewati tujuannya hanya berupa harapan-harapan, seperti jika kita belajar maka kita akan pintar, jika kita berusaha dari sekarang kita akan sukses atau jika kita menabung sekarang kita akan kaya. Maka ini dibutuhkan keyakinan tinggi untuk menenangkan perasaan kita, butuh banyak mencari alasan untuk menguatkan keyakinan tersebut. Karena di sana-sini akan banyak cobaan untuk dapat merubah apa yang sedang kita usahakan.

Nah, jika jika ujian yang harus dilewati tujuannya random (kabur), ini merupakah hal perlu diperhatikan dengan cermat. Jangan-jangan ini hanya menjadikan diri kita berada dalam kelalaian yang berkepanjangan. Contohnya; bergadang malam hari, duduk dipinggir jalan dan berjalan tak tentu arah. Oh iya satu lagi, orang yang mengikuti ujian sekolah namun tidak punya tujuan apa-apa kecuali lulus. Loh kok bisa termasuk random? Kan tujuannya untuk lulus?!. Begini …….. coba bayangkan bagaimana jika kamu ingin bertemu sesuatu, namun kamu hanya duduk di tempat tidur kamu, tanpa usaha kecuali menunggu. Nah pasti jawabannya ‘kalau ada syukur, kalau tidak ada ya apa boleh buatlah.’ Bukankah ini random. Mencari kucing dalam karung di tempat yang gelap, dan ………. Ternyata kucingnya belum ada di dalam karung tersebut.

Oh iya, ngomong-ngomong ada lo, orang yang mengatakan bahwa; surga itu tergantung rahmatnya Allah. Jadi walau torang-torang (kita-orang) sudah sholat tapi kalau rahmatnya Allah tidak jatuh kepada kita, maka kita tidak bisa masuk surga. Kalau dipikir-pikir lebih dalam dan kita mau pertanyakan lebih dalam, maka hal itu benar-benar saja. Kenapa?. Pertama, boleh jadi sholatnya bukan karena mencari rahmat Allah, melainkan untuk memelihara ilmu kebalnya, atau untuk mencari perhatian ustadz karena sang ustadz punya anak gadis yang cuaaaantik. Kedua, boleh jadi dia sholat, tetapi tetap meyakini bahwa yang memberikan dia buanyak rezeki itu karena poto embah dukun, atau wali. Ketiga, dia sich sholat, tetapi habis sholat eh nyolong lagi. Ya pastilah dihukum dulu untuk dibersihkan. Tapi kalau kita sudah menjalankan agama berusaha sesuai dengan ajaran Nabi, niat kita tulus untuk mencari ridho-Nya. PASTI dapat rahmat Allah swt. Itu keyakinan. Kalau ragu belajar lagi lo, karena seperti yang dimaksudkan dalam ungkapan Nabi; “tinggalkan yang ragu-ragu!”

Ayo, kita berusaha sekuat tenaga meraih harapan-harapan kita, baik yang suangat jelas maupun doktrin harapan-harapan tentang surga. Bukankah kita sudah meyakininya. Kalau tidak atau ragu-ragu, pleas dong ah…… kembali ke atas. BACA LAGI maksud tulisan saya di atas.

Wallahua’lam

Senin, 05 Mei 2008

Mau tau caranya supaya IndoNeSia Bangkit?

Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam yang luar biasa. Sangking luarbiasanya sehingga digambarkan dalam sebuah bait syair ‘Tongkat dilempar jadi tanaman’. Namun ternyata, sumber daya alam yang dimiliki, tidak akan pernah memajukan negara manapun. Karena sumber daya alam hanya merupakan alat. Jadi yang sangat dipentingkan dalam memajukan Indonesia adalah ilmu untuk menggunakan alat itu secara maksimal. Bukankah begitu?

Tapi ……. kalau dipikir-pikir, orang-orang Indonesia kan sudah banyak yang pintar, yang bukan hanya dapat memaksimalkan penggunaan alat. Bahkan membuat alat untuk menghasilkan alat yang maksimal pun orang-orang Indonesia banyak yang bisa.

Lantas………..? apa permasalahan yang terbesar yang dialami oleh Indonesia hingga terpuruk dalam segala bidang.

Jika boleh ane berkomentar. Ana akan berkomentar begini……………

Indonesia tidak memiliki ideologi yang menjadi kebanggaan anak bangsanya. Atau ideologi Indonesia yang berupa pancasila, selalu diartikan dalam bentuk plural sesuai dalam keaneka-ragaman suku dan agamanya. Jika demikian, inilah akar masalahnya. Sehingga Kita kehilangan budaya universal. Artinya, budaya kita itu tidak dapat dibanggakan sesuai dengan nilai-nilai universal. Maaf…………… saya ini kan bicara sesuai presefsi saya………… sebagaimana ada orang yang menerjemahkan pancasila sebagai alat persatuan yang melarang orang beragama menjalankan sesuai agamanya masing-masing..

Orang barat, yang terkenal dengan bangsa so bebas sekalipun, ketika mereka mengadakan penyiaran di siang hari mereka menggunakan baju sopan, dan konon tayangan tv nya memegang prinsip-prinsip kesopanan. Maksud saya ya begini ini lo budaya universal. Yang namanya porno, yang namanya kekerasan, itu ya jika bisa diminimalisir, kalau bisa yang dihilangkan lah.

Ini gara-gara menjalankan pancasila, kok budaya-budaya kuno itu dipertahankan.

Contoh lagi Tailand, ketika dia sudah membawa budayanya untuk ditampakkan kedunia luar, mereka tidak bertelanjang dada, seperti penari jawa yang konon katanya mempertahankan budaya leluhur.

Pokoke, budaya yang kurang gaul dalam dunia orang pintar jaman sekarang ya sudah, dibuang jauh-jauh lah.

Saya yakin jika orang-orang Indonesia betul-betul menjalankan pancasila sebagaimana para perumus pancasila pada saat itu, Indonesia akan menjadi negara maju. Tapi ya… tidak sesuai dengan kacamata pilosofi orang-orang sok pintar sekarang ini.

Indonesia bangkit.

Bangkit dengan kejelasan idealogi

Bangkit dengan mental baja

Bangkit dengan semangat nasionalisme dewasa

Eh apa lagi itu, kok tambah dewasa.

Maksudnya…………..

Dewasa dalam artian saling ngerti lah.

The Choice

Saya kaget ketika menonton film tentang sang legendari, Arthur. Di meja bundarnya, tempat bertemu para pemimpin negara, tertulis ‘dengan mengabdi maka kami akan bebas.’ Begitu pula tatkala saya menyaksikan dari chanel javatv, yang menampilkan acara seorang pendeta yang berpidato di depan jama’ahnya. Dia mengatakan bahwa seseorang akan merasa bahagia, ketika dia mampu memilih dan berusaha menyukai sepenuhnya pilihan itu, tanpa berusaha untuk meragukan apa yang diyakininya itu.

Dalam beragama, saya sering mempertanyakan beberapa hal, terutama dalam percakapan ilusi dengan diri saya sendiri, yang dimana saya berusaha menjawab dengan keterbatasan ilmu, pengalaman dan kerangka berpikir logis yang belum sempurna. Banyak hal yang saya telah jawab. Tetapi jawaban-jawaban itu kembali saya ragukan dengan pertanyaan pertanyaan yang datang setelah jawaban itu muncul. Sehingga, terkadang pertanyaan-pertanya itu sering menunggu perputaran waktu untuk kembali mencuat dan menguat, membuat saya ragu kembali, membuat saya tidak enak badan, menggigil. Dan akhirnya kebingungan dan frustasi.

Setelah saya memikirkan, kenapa hal itu bisa terjadi?. Jawabannya adalah karena harapan-harapan yang manusia miliki tidak sejalan dengan apa yang telah ditetapkan oleh agama yang mereka yakini, sehingga ada protes terhadap hal itu, dan protes itu berkembang untuk menyalahkan para ‘orang pintar’ (ulama) yang telah banyak menafsirkan undang-undang (syari’at) agama. Terjadilah eksplorasi tanpa ilmu dan eksplorasi itu dilatarai oleh kehendak diri (syahwat). Hasilnya ……. Saya yakin pembaca mengerti jawabannya. Untung kalau sekedar ulama yang digugat, namun belakangan yang terjadi, nabi pun digugat, bahkan Tuhan pun akan jadi terdakwa.

Akhirnya, saya mengambil kesimpulan bahwa saya (manusia) harus memilih; harapan yang tidak sesuai dengan keyakinan saya atau keyakinan saya yang memberi harapan masa depan dunia dan akhirat.

Ketika saya (manusia) memilih pasti ada pengabdian untuk menjalankan pilihan itu, ketika ada pengabdian, dan saya betul-betul menjalankannya bahkan memperjuangkannya maka akan lahir kebebasan. Kebebasan dari gangguan pikiran-pikiran lain, kebebasan dari keinginan-keinginan yang memperbudak, kebebasan dari penindasan hawa nafsu baik dari diri sendiri maupun orang lain.

Tapi ……. Sebelum saya akhiri, ada pesan untuk diri saya maupun pembaca. Boleh mempertanyakan setelah kita berbenturan dengan ilmu yang kita yakini bahwa itu adalah benar, setelah berbenturan dengan logika namun setelah itu cobalah untuk memilih dengan berdasarkan ilmu dan keyakinan yang kita miliki. Maka syarat dalam hidup ini adalah pencarian ilmu yang terus menerus, sehingga kita terbebas dari taklid atau ketaat yang membabi buta.

Wallahua’lam

A Freedom

Terkadang kalau dipikir, orang bebas itu enak juga. Bisa kemana saja yang dia kehendaki, bisa makan apa saja yang ia inginkan, bisa melakukan apa saya yang sesuai dengan kehendak dirinya (syahwatnya). Tapi jika dipikir lebih dalam, manusia tidak akan pernah bisa bebas secara mutlaq. Karena manusia terikat oleh presepsinya, terikat oleh ideologinya yang tertanam sejak kecil dan oleh lingkungannya, terikat oleh ambisiusnya, dan terikat oleh statusnya sebagai makhluk sosial.

Satu instrumen dalam diri manusia, yang menghalangi dia untuk bebas adalah karena memiliki akal –walaupun dalam kenyataan banyak memilih mengikuti instingnya. Akal yang akan memilihkan jalan hidupnya. Apakah dia ingin mengikuti presepsi yang terbentuk semenjak kecil atau mengikuti kebenaran yang dibenarkan oleh akalnya ketika menimbang suatu alasan. Begitu ada ungkapan mengikuti, berarti ada pengabdian. Dan akan ada benturan dengan orang lain yang mengikuti jalan lain. Yang itu mengakibatkan pertempuran, baik itu pertempuran logika hingga pertempuran yang menyebabkan darah.

Artinya; semua manusia tidak akan pernah bisa bebas mutlaq. Takkan bisa melakukan apa saja yang ia miliki dengan tenang. Pasti disana ada pertentangan, pasti disana ada rintangan, baik dari diri sendiri maupun dari pihak lain. Begitu manusia keluar dari satu pilihan maka akan masuk dalam pilihan lain, begitu manusia keluar dari satu komunitas maka akan masuk dalam komunitas lain, begitu manuisa keluar dari presepsinya maka akan masuk dalam presepsi lain, begitu manusia keluar dari aturan agamanya maka manusia akan masuk dalam aturan agama lain, dan begitu manusia tidak menghamba kepada Allah maka dia akan masuk dalam penghambaan diri kepada lainnya.

Sebenarnya tulisan saya sekarang ini ingin membahas tentang dibatasinya gerak seseorang karena rasa takut dan sakit, namun terlalu jauh membahasa masalah kebebasan diatas. Tapi saya pikir itu juga perlu. Namun di sana sini saya yakin banyak hal yang mungkin perlu didiskusikan. Saya tetap perlu masukan dan kritikannya.

Ada pertanyaan menarik begini, apakah enak atau tidak, jika seorang yang harusnya bisa bersendiri dalam kegelapan, atau dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan ‘alone,’ dimana dia bisa mengekplorasi dirinya tanpa adanya pujian dan cercaan, tanpa adanya gangguan dari pihak lain, lantas karena takut atau sakit dia tidak bisa melakukannya. Mending kalau Cuma sakit, namun kalau disebabkan hanya karena takut. Dan apalagi ketakutan itu tidak berdasar, maksudnya hanya karena takut sama hantu rekaya orang, itu sebuah masalah besar, bukan.?

Jadi berusahalah untuk menghadapi rasa takut anda selama 2 hari di kuburan, 5 hari di tengah gelap, dan 10 hari dikamarmu sendiri, insya Allah rasa takut yang selama ini dominan, bisa menjadi ringan. Atau bisa dikalahkan dengan idealisme, ambisisme untuk merebut masa depan. Ah…………… Cuma canda.

Yang penting, jika masih bisa dilawan kenapa tidak.?

Sholat malam sebagai bukti keber-Iman-an

Di kala masih banyak orang bergumul dengan sarung dan selimutnya, di kala orang asyik mengurus barang dagangannya, di kala beberapa murid SD, SMP dan SMA dibangun dengan paksa untuk mempersiapkan dirinya berangkat ke sekolah, karena orang tua memaksakan sang anak untuk masuk ke sekolah yang dimulai dari jam 06.30 pagi. Di waktu yang bersamaan, di sebuah masjid yang agung, sedang berapi-api sang pemimpin menyampaikan motivasinya. Ya…. Motivasi akan pentingnya sholat Tahajud. Motivasi akan pentingnya kita dapat berdua-dua an dengan Allah di sepertiga malam. Motivasi untuk menjadikan bangun malam sarana pencarian power, sarana untuk pencarian kekuatan, sarana untuk pencarian solusi dan lainnya.

Motivasi itu mengalir dengan luar biasa menggugahnya. Andai pada saat itu adalah malam hari, semua orang yang mendengarnya akan segera mengambil air wudhu kembali untuk mempersiapkan dirinya bisa mengikuti sholat malam di belakang sang pemimpin, yang konon katanya, mampu sholat malam dari jam 00.00 hingga jam 04.00.

Sibgah Allah (‘celupan Allah’), adakah yang lebih baik dari sibgahnya Allah. Ya….. sang pemimpin meyakini bahwa, sholat malam merupakan salah satu sibgah Allah yang Allah persiapkan sebagai sarana pengkaderan hamba-Nya.

Sholat malam adalah ladang spiritual, hamparan kekuatan, taman relaksasi, dan sumber intuisi. Janji Allah bagi orang yang bangun di malam hari [untuk bermunajat kepada-Nya] bukanlah ilusi, bukanlah fatamorgana, setidaknya itulah yang dirasakan oleh sang pemimpin. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh ulama-ulama shalafussholeh. Mengapa setidaknya ….?, karena banyak orang yang telah melakukannya, namun yang ia dapatkan hanyalah rasa kantuk yang mengganggunya di saat ia bekerja pagi.

Sholat malam, memang adalah keniscayaan bagi orang yang beriman yang…. Ingin berusaha memajukan agama Allah. Mengapa harus?! Karena sholat malam adalah bagian dari perjuangan itu sendiri. Perjuangan untuk membuktikan bahwa kita adalah layak untuk dibantu oleh-Nya, perjuangan untuk membuktikan bahwa kita tidak memiliki apa-apa kecuali apa yang telah diberikan oleh-Nya. Ya… minimal perjuangan untuk menghilangkan kemunafikan dalam diri. Karena, bagaimana dapat menyampaikan tentang kemurnian aqidah dan tauhid, sementara dalam diri kita masih bercokol kemunafikan dan kemalasan untuk meraih janji-janji Allah. Mungkin atas nama perjuangan (atau niat) dan cara dalam melaksankannya inilah yang menjadikan hasil yang didapatkan dari sholat malam berbeda.

Sang pemimpin akhirnya telah wafat, dia meninggalkan warisan budaya perjuangan yang akan menjadi senjata dalam bertahan pada peradaban yang hedonis ini, dan – sang pemimpin selanjutnya menekankan – dengan senjata itu pula dapat bisa merubah atau mengarahkan peradaban yang hedonis ini menjadi peradaban yang dijanjikan Allah untuk generasinya

“Sungguh, Dia (ALLAH) akan menjadikan mereka dimuka bumi berkuasa”

Maha benar Allah dengan Janji-Nya

Ingat Waktu ..... Dalam Setiap Aktivitas